MENCINTAIMU DALAM DIAM
Karya Ika Aryani Mamal
Tangan kiri gadis usia 19 tahun ini mengusap matanya setelah mentari
pagi menembus kaca jendela mungil disudut kamar berwarna merah muda itu.
Dia lah Ayudina, mahasiswi kebidanan di salah satu PT swasta Makassar
yang lebih akrab disapa Ain. Ain anak pertama dari 2 bersaudara. Ain
bisa dibilang manja kepada ayah ibunya walaupun usianya sudah tidak
terlalu muda lagi. Ain sangat suka mengoleksi dan berpergian dengan
pakaian berbau muslimah dengan hijab dan longdress yang dikenakannya.
Ain selalu berkutip dalam hatinya “Jika aku menginginkan calon imam yang
pantas, mengapa tak sejak dini aku memantaskan diriku terlebih dahulu
agar kami seimbang nanti?”. Mungkin dengan sepucuk kalimat itu yang
membuat hatinya tergerak untuk memantaskan diri dengan memulai berhijab
dan ingin lebih dekat Allah SWT.
Suatu pagi yang sedikit mendung, Ain menatap parasnya dihadapan cermin
dengan sesekali memutarkan badan melihat kepantasan seragam orange
coklat yang dikenakannya. Tampaknya, Ain terlihat puas dengan dandanan
sederhananya dengan meninggalkan meja rias dan segera mengambil ransel
merah muda kesayangannya lalu meninggalkan rumah dengan sepeda motor.
Tak sengaja mendung pagi mulai lenyap dengan membuka lukisan baru
dibalik teriknya mentari pagi. Dengan kurang lebih 5 menit dari rumah,
Ain menjemput salah satu kawan karibnya yang hampir setiap hari menjadi
rutinitasnya. Dia adalah Risda, gadis berkulit putih dengan body yang
lumayan pendek tapi imut dipandang. Mereka bukan hanya karib berdua,
akan tetapi ada 5 gadis cantik lagi yang belum tersebutkan. Mereka
adalah Kika, Fifi, Andyen, Tika dan Ani.
Setelah sampai ke tujuan dengan menempuh 20 menit perjalanan, 7 orang
gadis inipun bertemu disalah satu tempat favorit mereka jika dosen mata
kuliah belum datang, yaitu kantin. Menurut mereka, kantin bukan hanya
tempat kita berbelanja dan makan tapi kantin sudah menjadi tempat
nongkrong kita hampir disetiap waktu kosong. Dengan suara yang sedikit
berteriak, Ain memanggil salah satu temannya “Fi, Kika sama anak yang
lain mana?”.
“Ga tau tuh, tapi katanya tadi mau ke ruangan dosen. Jadi atau nggak nya
juga aku nggak tau” jawab Fifi dengan wajah bingung dan pose sambil
memegang smartphone kesayangannya.
“Yaudah, duduk sini aja deh. Entar mereka datang juga” sahut Risda
dengan menepuk bangku seraya menyuruh Fifi duduk disebelahnya.
Suara lantang nan cempreng yang sepertinya mereka kenali mulai terdengar
dibalik dinding kantin. Dengan semakin dekat suara itu terdengar, Risda
dan Fifi mulai menebak siapa gerangan suara cempreng dibalik tembok
itu. “Wah wah wah, kayaknya aku kenal nih suara” tebak Risda dengan
wajah sok tau yang ditampakkannya.
“Yaelah, suara cempreng gini masa aku ga kenal. Woy Andyen, tampakin
wujud lo. Cepet!!” sanggah Fifi yang mulai sedikit berteriak
“Woy, Lo kate gue sundelbolong yang wujudnya harus ditampakin gitu?”
Nyolot Andyen yang sembari mengajak Kika, Ani dan Tika untuk bergabung
dengan Ain, Fifi dan Risda.
Tak sempat Fifi menjawab, dering telepon genggam Kika berbunyi. Setelah
selesai berbincang lewat telepon, pertanyaan umum yang paling sering
muncul dan kebetulan terucap dari bibir Ain “Dosen? Mau masuk
sekarang?”
“Iya, cari ruangan cepat!!” kata Kika buru-buru
Mereka pun berlarian ke ruangan, bukan karena takut telat tapi karena
satu alasan yang lucu tapi rasional, takut tidak dapat bangku paling
depan.
45 menit berlalu dan dosen mata kuliah pun meninggalkan ruangan. Segera
Ayra mengajak keenam temannya untuk nangkring di Musholla. Setelah
bokong mereka rapat dengan tembok, Ain mulai membuka pembicaraan. Ain
menceritakan bagaimana perasaan yang dia alami sekarang. Ain merasakan
apa yang marak dirasakan para remaja sekarang ini, dilema. Antara
seorang mantan yang terindah dan seorang pria yang membuatnya move dari
ikatan masa lalu yang membuatnya sempat menangis. Pria yang juga selalu
ada buat Ain dan pria yang membuat semangatnya bangkit lagi. Ain
menyimpan perasaan ini sudah beberapa lama sejak Ain mengakhiri
hubungannya dengan Arta, mantan pacarnya. Namun, baru kali ini Ain
mengungkapkan semuanya. Alasan Ain karena Ia takut dihakimi
teman-temannya karena sebelumnya Ain sudah mengatakan bahwa tidak akan
lagi memikirkan Arta dan tidak akan pernah mau lagi diajak kembali dari
Arta. Namun, kadang perasaan dan ucapan berbeda. Itu yang dirasakan Ain
saat pertama mengatakan demikian pada temannya.
“Jujur, sampai detik ini aku masih menyimpan perasaan dan harapan sama
Arta. Dan kali ini aku nggak bisa bohong. Tiap malam aku bingung antara
ngomong sama kalian atau memendam ini terus-menerus. Tapi akhirnya aku
memilih untuk ngomong. Aku masih sayang sama Arta. Dan aku harap kalian
punya saran buat aku gimana caranya ngadapin perasaan ini” ungkap Ain
dengan wajah tampak terus terang
“Yaelah, terus-terusan kamu minta saran? Apa ga bosan dengan saran yang
kita kita keluarin. Isinya tetap aja sama dengan yang dulu” lanjut Tika
“Iya In, kalau masalah pengalaman mungkin aku jauh lebih berpengalaman
tentang cinta. Dan saran kita kita tetap sama kayak dulu seperti yang
Tika bilang tadi. Mending kamu buang jauh jauh perasaan kamu tentang
Arta dan move ke pria yang bisa buat kamu bahagia” cetus Ani
“Bener kata Ani dan Tika, In. Cuman kuda yang jatuh pada lubang yang
sama dengan kedua kalinya. Kamu ingat ga gimana sakitnya kamu pas
ditinggalin sama Arta? Mau keulang lagi? Memang sekarang udah mulai
pudar dan yang menjawab itu adalah waktu. Dan waktu kamu rasain itu
semua, kamu ga bisa nahan air mata juga kan? Sampe-sampe seragam aku
jadi korbannya juga, basah bray!! Hahaha” sanggah Kika sambil tertawa
Sejujurnya dalam hati yang paling dalam, Ain masih sayang dengan Arta
dan disisi lain Ain juga sangat berharap dengan pria dingin yang selalu
ada untuknya selama ini. Bayang-bayang kebingungan sudah semakin
terlintas dibenaknya.
Dengan tangkisan nasehat-nasehat dari sang sahabat yang semakin bertolak
belakang dengan keinginan yang ada dihatinya membuatnya untuk lebih
memilih semakin menutup mulut untuk urusan hati yang satu ini. Bukannya
tak mau menerima nasehat, akan tetapi Ain merasakan yang namanya dilema
antara kata hati atau pinta dari sahabatnya. Kehidupan memang tak
selamanya dipenuhi dengan lingkar cinta, akan tetapi satu kata yang
dinamakan “cinta” itu bisa membuat pikiran goyah dan terbebani jika
disentuh masalah bagi yang merasakannya.
Waktu berlalu dengan lambat laun dan membawa Ain semakin larut dengan
pikirannya di atas kasur mungil berwarna merah muda di sudut kamar. Saat
itu pukul 21:13 WITA.
“Ya Allah, apakah hanya aku yang pernah merasakan hal semacam ini? Aku
nggak mau kalo hari-hariku selalu digentayangi pikiran konyol ini.
Fyuuuh, jujur, aku lebih baik sendiri jika akhir cerita dominan kayak
gini.” Ucap Ain sembari menutup wajah dengan kedua tangannya
Ain berniat meminta petunjuk kepada Allah SWT untuk memilih pilihan mana
yang terbaik dari masalahnya ini. Dengan kening yang sedikit
dikerutkan, Ain mencoba meraih weker HelloKittynya dan segera menyetel
dengan alarm pukul 02:00 tujuannya untuk melaksanakan sholat istiqhorah.
Dengan perlahan weker itu dikembalikan ke tempat semulanya. Untuk
kesekian kalinya Ain menguap sambil menutup mulut dengan tangannya
karena ia sudah merasa ngantuk. Saat itu pukul 22:10 WITA. Tak terhitung
sejam, Ain sudah tertidur lelap dengan memeluk gulingnya.
Perlahan-lahan, jarum jam terus berputar sampai menunjukkan pukul 02:00.
Dengan dering weker yang suaranya lumayan besar yang artinya Alarm yang
dipasang Ain telah bunyi dan waktunya untuk sholat Istiqhorah. Dengan
wajah yang masih muka bantal, Ain bangkit dari tempat tidur. Berjalan
sepoyongan dan sesekali menabrak tembok perlahan Ain masuk ke kamar
mandi untuk mengambil wudhu. Selepas itu, Ain mengenakan mukenah dan
melaksanakan sholat Istiqhorah. Dengan mata yang sudah lumayan segar,
Ain mengucapkan do’a yang telah dirangkainya indah-indah sebelum tidur.
“Ya Allah, urusan Ain tentang yang satu ini memang adalah sesuatu yang
sangat Engkau benci yaitu pacaran. Tapi, Ain mohon Ya Allah kuatkan hati
Ain biar bisa ngindarin semua itu. Ain lebih mau mendekatkan diri
padaMu Ya Allah. Ain nggak mau menambah dosa lagi dengan pacaran. Jika
memang Ain kuat, tolong beri Ain petunjuk harus bagaimana Ain sekarang
dan kedepannya Ya Allah. Amin Ya Rabb” ucap Ain dalam do’anya sambil
menengadahkan tangan
Setelah sholat Istiqhorah dan merapikan alat sholatnya, Ain berjalan ke
dapur mengambil air minum lalu membawanya ke kamar. Di kamar, Ain tak
berpikir panjang langsung naik ke tempat tidur dan meminum air yang
diambilnya tadi. Dengan tangan kanan yang mengusap bibir sembari
membersihkan bekas air minumnya tadi dan tangan kiri menyimpan gelas
diatas meja kecil di sebelah tempat tidur, Ain mengambil weker dan
menyetel Alarm kembali ke pukul 05.00 untuk sholat subuh. Karena jam
masih menunjukkan pukul 02.25, Ain bergegas untuk istirahat kembali dan
bangun nanti pas waktu subuh datang. Kurang lebih 2 jam Ain terlelap,
Ain pun terbangunkan dengan Alarm hellokittynya kembali. Waktu
menunjukkan pukul 05.00. Adzan di masjid sementara berkumandang dan
terdengar indah dari dalam kamar Ain. Dengan mengusap mata dan kedua
tangan lanjut mengusap wajahnya, Ain menghela napas panjang.
“Alhamdulillah, udah subuh.” Kata Ain dengan senyuman manis penuh makna
Setelah sholat subuh, Ain merapikan kamarnya dan mengecek handphone
khawatir ada panggilan atau pesan yang tidak sempat Ia lihat.
Perlahan, ciptaan Allah kembali terlihat dengan indah dan disertai
dengan kicauan kutilang yang terbang bebas di angkasa. Embun pagi sudah
mulai jelas terlihat di puncak pagar rumah Ain. Dengan perlahan, Ain
membuka jendela kamar dan menghirup udara segar dari alam bebas. Ain
tersenyum dan menggambarkan wajah yang memikirkan sebuah hal menjadi
kebanggaannya.
“Dengan pikiran yang dingin, mungkin apa yang terlintas dalam hati dan
pikiranku saat ini adalah merupakan jawaban yang Allah berikan atas
semua do’aku selama ini. Aku hamba Allah yang tak sepantasnya melakukan
apa yang dilarangNya. Aku memang mencintai 2 pria yang tak pernah hilang
dalam benakku, namun dengan mencintai mereka mengajarkanku untuk lebih
mencintai penciptaku, Allah SWT. Jika memang kami, aku dengan salah satu
dari mereka adalah dua garis yang ditakdirkan bersama, sekeras apa
takdir itu memisahkan dan mengguncangkan masalah pada kami, maka takdir
itu pula yang akan menyatukan kami. Allah itu Maha Adil. Jika memang
Allah mematahkan hatiku kali ini, itu artinya Allah menghindarkanku dari
orang yang salah dan akan menggantikannya dengan yang lebih baik karena
aku percaya, Allah punya cerita yang sangat indah untukku dan jauh
lebih indah dari rencanaku yang masih menjadi misteri. Dengan apa aku
bisa menebak? Dengan percaya pada janji Allah untuk hamba-Nya, aku dan
perjalanan ini. Dengan ini, aku lebih memilih untuk mencintai dalam diam
dan menunggu akhir cerita yang Allah berikan untukku yang telah
disiapkan dengan mantap diwaktu yang tepat.” Ungkapan manis dari bibir
Ain yang masih merangkai sebuah senyum sambil menghirup napas panjang.
Adanya rumput halus yang menari dengan hembusan angin sepoi-sepoi yang
kesegarannya sudah bisa terbayang sendiri telah menjadi saksi dengan apa
yang Ain ungkapkan. Lukisan pelangi indah dilangit terlihat suram
melengkung seakan memeluk dunia ini. Sepertinya, semalam hujan sudah
mengguyur daerah tempat tinggal Ain. Karena terlelap, Ain tak merasakan
guyuran hujan yang satu persatu menetes diatap rumahnya semalam.
http://www.lokerseni.web.id/2016/11/mencintaimu-dalam-diam-karya-ika-aryani.html
0 komentar:
Posting Komentar